Rabu, 14 Maret 2012

MAKAN MALAM DENGAN TUHAN
 
Allah…Dialah Yang Maha Dekat. Bahkan Dia lebih dekat kepada hambanya daripada hambanya kepada dirinya sendiri. Terkadang kita masih menganggap bahwa Allah adalah sesuatu yang jauh dilangit, sehingga ketika berdoa, kita pun mengarahkan wajah kita ke langit. Sahabatku…jika kita mencoba untuk mengenalNya lebih dalam, kita akan menyadari bahwa Ia begitu dekat dengan kita. Manifestasi sifat-sifatNya terpancar diseluruh alam semesta.
Seorang guru berkata “This world is a place where the Divine Oneness is being expressed in so many different ways”, dunia ini adalah tempat dimana Tuhan Yang Maha Esa termanifestasikan ke dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Manifestasi dari sifat-sifatNya bisa kita lihat disekitar kita, sifat Ar-RahmanNya, Yang Maha Pengasih termanifestasikan dalam kasih sayang orang tua kepada anaknya, dalam kasih sayang induk ayam menemani anak-anaknya ketika mencari makan, dalam tetesan air hujan, hingga matahari yang memancarkan kehangatan sinarnya kepada bumi. SifatNya Al-Badii’, Yang Maha Indah, terwujud dalam Keindahan bunga-bunga yang merekah, dalam indahnya warna-warni pelangi, dan juga dalam kicauan burung-burung yang terdengar begitu merdu di telinga kita. Dengan sifatNya Al-Hadi, Yang Maha Pemberi Petunjuk, Ia selalu membimbing kita dengan penuh Cinta dan kasih Sayang sehingga kita bisa mengerti tentang arti kehidupan. Ia memberi petunjuk kepada kita agar kita mengetahui mana yang baik bagi diri kita, dan mana yang buruk. Dia yang mengajarkan kita bagaimana caranya untuk mengenal dan mencintai DiriNya agar manusia merasa tenteram dalam hidupnya karena memang untuk itulah kita diciptakan.
Sahabatku…dimana kita bisa menemukan tempat yang tidak ada Dia? Tidak ada satu tempat pun tanpa keberadaanNya. Kemanapun wajah kita menghadap kita melihat manifestasi dari sifat-sifatNya. Kisah dibawah ini mengajarkan sesuatu kepada kita bahwa Tuhan bukanlah sesuatu yang jauh disana, Ia bukanlah sesuatu di langit sana. Tetapi ia ada di sekeliling kita, Ia selalu menemani kita, Ia selalu hadir bersama kita sebagaimana seorang sufi Dhu ‘l-Nun mengatakan “Ya Tuhan, ketika aku mendengar suara binatang, suara pohon-pohon, suara percikan air, kicauan burung-burung, gemuruh angin dan gelegar halilintar, aku menyadari pada mereka bukti dari keEsaanMu, aku merasakan bahwa Engkaulah Sang Pencipta, Yang Maha Besar, Yang Maha Bijak, Yang Maha Adil”. Tidak sesuatu pun yang luput dari kehadiranNya. Semoga Dia selalu menjaga hati kita agar senantiasa peka terhadap kehadiranNya di dalam setiap nafas kehidupan kita. amin
Salah satu bangsa Israel mendatangi Musa dan mengatakan, “Tolong sampaikan kepada Tuhanmu bahwa kami mengundangnya untuk makan malam.” Musa menjawab bahwa Tuhan tidak makan ataupun datang ke jamuan makan malam. Namun, ketika suatu kali Musa ke Gunung Sinai, Tuhan berkata kepadanya, “Mengapa tidak kau sampaikan undangan jamuan makan malam dari hambaKu?”
Musa berkata, “Tapi Tuhanku, Engkau tidak makan.” Tuhan menjawab, “Rahasiakan apa yang kau ketahui antara dirimu dengan Ku. Katakan pada mereka bahwa Aku akan datang memenuhi undangannya.”
Musa turun dari Gunung Sinai dan mengumumkan bahwa Tuhan akan datang pada jamuan makan malam tersebut. Tentunya setiap orang mempersiapkan hidangan yang luar biasa, termasuk Musa. Pada saat mereka semua sibuk memasak, tiba-tiba muncul seorang kakek tua yang keletihan setelah melakukan perjalanan jauh. “Aku sangat lapar,” dia berkata kepada Musa. “Tolong berikan aku sesuatu untuk dimakan.” Musa menjawab, “Bersabarlah, Tuhan alam semesta akan datang. Ambil ember ini dan timbalah air disumur, kau juga bisa membantu kami menyiapkan hidangannya.”
Setelah ember terisi, kakek tua tersebut memberikannya kepada Musa dan sekali lagi meminta makanan kembali, tetapi tidak ada yang bisa memberikan ia makanan sebelum Tuhan datang. Ketika waktu yang ditentukan telah tiba, namun Tuhan tidak juga muncul. Setiap orang mulai menyalahkan Musa atas ajakannya yang tidak benar. Musa merasa sangat malu.
Keesokan harinya, Ia mendaki Gunung Sinai dan berkata, “Tuhanku, apa yang kau lakukan padaku? Aku berusaha meyakinkan setiap orang bahwa Engkau Wujud, Kau berkata bahwa Kau akan datang pada jamuan tersebut dan Kau tidak pernah muncul. Tidak seorang pun yang akan mempercayaiku lagi!” Tuhan menjawab, “Aku datang, Aku sebenarnya mendekatimu, tetapi ketika Aku memberitahumu bahwa Aku lapar, kau menyuruhkKu menimba air. Aku kembali meminta, tetapi engkau menyuruhKu menyiapkan hidangan. Baik kamu maupun orangmu tidak mampu menyambutKu dengan hormat.”
“Tuhanku, seorang kakek tua datang kepadaku dan meminta makanan kepadaku. Tetapi ia hanyalah seorang mahluk hidup.”
“Aku bersama hambaKu yang kelaparan itu. Menghormatinya berarti menghormatiKu. Melayaninya berarti melayaniKu. Seluruh langit dan bumi terlalu kecil untuk menampungKu, tetapi tidak demikian dengan hati para hambaKu. Aku tidak makan, tidak pula minum, tetapi menghormati hambaKu berarti menghormatiKu. Memperhatikan mereka adalah memperhatikanKu.”

Dari buku:

Kamis, 08 Maret 2012

PERCAKAPAN BAYI DENGAN TUHAN SEBELUM DILAHIRKAN
 
Suatu ketika..seorang bayi siap dilahirkan ke dunia,menjelang diturunkan … Dia bertanya kepada TUHAN :


Bayi : “para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi….bagaimana cara saya hidup di sana,saya begitu kecil dan lemah”
TUHAN : “aku telah memilih satu malaikat untukmu..ia akan menjaga dan mengasihimu” Bayi : “tapi di surga apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa ini cukup bagi saya untuk bahagia”
TUHAN : “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia”
Bayi : “dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadamu?”
TUHAN : “malaikatmu akan mengajarkan..bagaimana cara kamu berdoa”
Bayi : “saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat,siapa yang akan melindungi saya”?
TUHAN : “malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun”
Bayi : “tapi saya akan bersedih karena tidak melihat engkau lagi”
TUHAN : “malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaku, walaupun sesungguhnya aku selalu berada di sisimu”
saat itu surga begitu tenangnya…sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya
Bayi : “TUHAN……….jika saya harus pergi sekarang, bisakah engkau memberitahuku, siapa nama malaikat di rumahku nanti”?
TUHAN : “kamu dapat memanggil nama malaikatmu itu…… I B U …”
kenanglah ibu yang menyayangimu..

Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi…
Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..
Ingatkah engkau..ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu?

Dan ingatkan engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit…
Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan..
Kembalilah…mohon maaf…pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu..
Jangan biarkan kau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,ketika ibu telah tiada…
Tak ada lagi di depan pintu yang menyambut kita…,tak ada lagi senyuman indah…tanda bahagia..

Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya..yang ada hanyalah baju yang digantung di lemarinya..
Tak ada lagi..dan tak akan ada lagi.. Yang akan meneteskan air mata mendo’akanmu disetiap hembusan nafasnya..
Pulang..dan kembalilah segera…peluklah ibu yang selalu menyayangimu..
Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya..

Kamis, 01 Maret 2012

KOPI KEHIDUPAN
Suatu hari, sebuah kelompok alumni universitas yang terdiri dari para sarjana sukses, berkumpul bersama untuk mengadakan acara reuni dengan mantan profesor mereka. Acara yang diadakan di kediaman sang profesor tersebut dihiasi hiruk pikuk dan canda tawa hingga tanpa mereka sadari pembicaraan berubah menjadi ajang curhat berisi keluh-kesah, stres dan kerasnya kehidupan.
Untuk menghangatkan suasana, sang profesor pergi ke dapur untuk meracik kopi. Sekembalinya dari dapur, ia membawa sebuah teko besar dan berbagai macam cangkir yang terbuat dari keramik, plastik, kaca, kristal dan beberapa cangkir murahan. Ia mempersilakan tamu-tamu beliau untuk menghidangkannya sendiri.
Ketika setiap mahasiswa menikmati sajian kopi, sang profesor berujar:
“Kalau kalian perhatikan, cangkir-cangkir yang bagus dipakai semua, yang tersisa hanyalah cangkir yang jelek dan murahan. Walaupun wajar bagi kalian untuk mengambil yang terbaik bagi diri kalian, itulah sumber stres dan masalah di dalam kehidupan kalian.
Tahukah kalian bahwa cangkir itu sendiri tidak merubah cita rasa kopinya. Terkadang cangkirnya lebih mahal dan menyembunyikan nilai kopi yang kita minum.
Sebenarnya yang kalian inginkan hanyalah kopi, bukan cangkirnya, tapi tanpa kalian sadari kalian mengambil cangkir yang paling bagus dan kalian mulai membandingkannya dengan cangkir orang lain.
Sekarang pertimbangkan hal ini: Jika kehidupan kita andaikan sebagai kopi; karir, uang dan jabatan sebagai cangkir. Mereka (karir, uang dan jabatan) hanyalah alat yang berfungsi untuk menampung kehidupan, dan jenis cangkir yang kita miliki tidak dapat menentukan atau pun merubah kualitas kehidupan yang kita miliki.
Begitu sering, karena terfokus pada cangkir, kita gagal menikmati kopi yang dihidangkan oleh Tuhan.”
Tuhan mendidihkan kopinya, bukan cangkirnya.

COPY RIGHT FROM WORDSPRESS.com
KlipingKehidupan.org